Kamis, 16 April 2009

UPAYA MENDEKATKAN DIRI PADA ALLAH SWT

Manusia merupakan makhluk Allah yang cepat atau lambat akan mati dan kembali kepada-Nya. Akan sangat bahagia, apabila di akhirat kelak bisa ditempatkan pada posisi yang dekat kepada Allah Swt. dengan berbagai kenikmatan yang belum pernah dirasakannya di

dunia ini. Agar kita menjadi hamba Allah yang dekat kepada-Nya dalam kehidupan di akhirat nanti, maka dalam kehidupan di dunia ini kita juga harus dekat kepada Allah. Itulah sebabnya di dalam Islam ada perintah kepada kita untuk melakukan apa yang disebut dengan “upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt.”, yang dalam bahasa agama dikenal dengan “Taqarrub ila Allah”. Sebenarnya Allah Swt. sendiri telah menyatakan bahwa Dia dekat kepada manusia, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah (2): 186:

وإذا سألك عبادى عنى فإنى قريب

“Dan Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu [wahai Muhammad] tentang Aku, maka [jawablah] bahwa Aku dekat”. Oleh karena Allah begitu dekat dengan manusia, maka apa pun yang dilakukan oleh manusia, Dia mengetahuinya. Bahkan, Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Allah berfirman dalam QS. Al-Mujadalah (58): 7:

“Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada [pembicaraan antara] lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada [pula pembicaraan antara jumlah] yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka, di mana pun mereka berada. Kemudian, Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Meskipun Allah Swt. telah menyatakan bahwa Dia dekat dengan manusia, tetapi dalam hidup ini begitu banyak manusia yang merasa jauh dari Allah, sehingga tidak merasa diawasi oleh-Nya dan berani menyimpang dari jalan-Nya, serta melanggar ketentuan-ketentuan-Nya.

Agar manusia bisa dekat kepada-Nya, maka Allah mendidik manusia dengan sejumlah peribadatan, mulai dari wudhu, shalat, hingga haji. Semua itu mendidik manusia dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di dalam shalat misalnya, tidak ada manusia yang berani mengurangi jumlah rakaatnya, atau malah tidak wudhu’ meskipun tidak ada orang yang mengontrolnya. Begitu juga saat puasa, tidak ada yang berani berbuka bukan pada waktunya, atau mengurangi jumlah bilangan thawaf dalam ibadah haji. Hal ini dilakukan karena manusia merasa tidak akan sah ibadah yang dilakukannya, padahal sah atau tidaknya hanya Allah yang tahu dan menentukannya. Dari sinilah manusia dididik untuk merasa diawasi oleh Allah Swt.

Paling tidak, ada tiga nilai penting atau pengaruh positif dari upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt, yaitu: Pertama, memiliki ketenangan dan ketenteraman jiwa. Sebab, dengan dekatnya seseorang kepada Allah, dia selalu merasa diawasi oleh Allah, sehingga dia tidak berani menyimpang dari jalan Allah. Dia juga menjadi yakin bahwa Allah pasti mengetahui segala masalah atau persoalan yang dihadapinya. Dan, kepada orang yang bertakwa kepada-Nya, Allah telah berjanji akan senantiasa memberikan pertolongan, baik dalam bentuk jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi, memberikan rezeki yang tak terduga, maupun kemudahan dalam menyelesaikan segala urusannya. Dengan janji ini, seseorang yang dekat kepada Allah tidak akan risau terhadap kesulitan yang dihadapi dan tidak akan bingung dalam melaksanakan tugas-tugas berat. Kedekatan ini juga membuat seseorang senantiasa membiasakan diri untuk berzikir kepada Allah Swt., sehingga dengan zikir itu hatinya menjadi tenang dan tenteram (QS. Ar-Ra’d [13]: 28).

Kedua, tidak akan berani menyimpang dari jalan dan ketentuan Allah. Karena dengan dekatnya seseorang kepada Allah, dia menyadari bahwa apapun yang dilakukannya di dunia pasti dalam pengawasan-Nya. Allah mengetahui sekecil apa pun perbuatannya. Apalagi, Allah selalu menempatkan malaikat yang menyertai dan mengawasi manusia guna mencatat segala amalnya, mulai dari niat, ucapan, hingga perbuatannya. Allah berfirman dalam QS. Qaf (50): 17-18:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِيْنِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيْدٌ . مَا يَلْقِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ .

“[Yaitu] ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.

Apa yang telah dicatat oleh malaikat dan diawasi oleh Allah atas perbuatan manusia, maka dia harus berani mempertanggungjawabkannya. Sehingga, manakala di dunia dia berbuat baik, maka kebahagiaan akan diperolehnya, dan bila dia berbuat buruk, maka kesengsaraan harus dirasakannya.

Ketiga, bertanggungjawab terhadap tegaknya nilai-nilai Islam. Perjuangan menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini merupakan keharusan yang mesti ditunaikan oleh setiap manusia sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Kedekatan diri kepada Allah akan membuat seseorang merasa terkontrol langsung oleh Allah. Sehingga, kalau perjuangan itu tidak dilaksanakan, membuatnya dinilai sebagai orang yang tidak konsekuen dengan keislamannya. Dari sinilah lahir sikap bertanggungjawab terhadap tegaknya nilai-nilai Islam, yang pada gilirannya membuat seseorang selalu berusaha dan berjuang dalam penegakkan ajaran Islam itu sendiri, meskipun hanya seorang diri. Karena itu, Allah menegaskan tentang perbedaaan antara orang yang berjihad dengan orang yang tidak berjihad dalam firman-Nya (QS. Al-Nisa’ [4]: 95):

“Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk [tidak turun berperang], yang tidak mempunyai uzur, dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka”.

Dengan demikian, menjadi sangat jelas bagi kita bahwa mendekatkan diri kepada Allah Swt. merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan masyarakat muslim. Sebab, tanpa itu, tidak mungkin akan terjadi kehidupan yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu, hendaklah segenap manifestasi aktifitas kita, baik dalam ibadah ritual (mahdah) maupun sosial (mu’amalah), ditujukan dalam rangka “mendidik diri kita untuk selalu dekat kepada Allah Swt.”, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-An’am (6): 163:

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanyalah untuk [pengabdian dan kedekatan diriku dengan] Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Dan, demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.

Dengan senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt, maka dengan sendirinya Allah pun akan mendekati kita. Kalau Allah sudah dekat dengan kita, maka kita pun akan merasa aman dan tenteram dalam kehidupan kita. Beribadahpun kita menjadi sangat nikmat. Tidak ada rasa malas, apalagi mau menyimpang dari ajaran agama Allah, karena dengan sendirinya Allah membantu kita untuk tidak menjadi orang-orang malas. Selain itu, Allah jualah yang akan menjaga hati kita dalam beribadah. Semoga kita semua menjadi bagian dari mereka yang memperoleh kesempatan sebagai hamba yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya. Baraka Allahu li wa lakum, Amin ya Rabb al-‘Alamin.
Sumber :
Ditulis oleh Dr. Muhammadiyah Amin.

Tidak ada komentar: